Archive for 01/08/11

Komunitas “PUNK“ Siapa Mereka?


.

Pernah bertemu sekelompok pemuda dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas mirip rambut orang Indian, ditambah aksesoris anting-anting, rantai bahkan gembok tergantung di pinggang? Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas, “seni dan kebebasan” itulah yang menjadi alasan mereka seperti itu.
Pernah bertemu sekelompok pemuda dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas mirip rambut orang Indian, ditambah aksesoris anting-anting, rantai bahkan gembok tergantung di pinggang? Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas, “seni dan kebebasan” itulah yang menjadi alasan mereka seperti itu.
Budi salah satu anak Punk di Pontianak pernah melanglangbuana sampai ke Singapura ini mengatakan, “Punk” itu sebuah aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya kembali ke masing-masing individu, negatif tidaknya seorang Punk bukan karena aliran tetapi jiwa individunya jelas Budi.
Motto dari anak “Punk” itu, Equality atau persamaan hak. “Aliran Punk lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik Punk dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing. Sehingga mereka mengubah gaya hidup dengan gaya hidup Punk,” kata Budi.
Akbar Alexander yang biasa dipanggil Nyong salah satu Punkers di Pontianak menjelaskan, menurut sejarahnya Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan Punk adalah anak muda yang diawali oleh kelas pekerja ini, dengan segera merambah Amerika. Yang ketika itu, mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu kemerosotan moral para tokoh politik, yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi.
Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak. Selain fashion yang dikenakan, tingkah laku yang mereka perlihatkan seperti potongan rambut Mohawk ala suku Indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh. Ini sikap anti kemapanan, anti sosial.
Setiap aksesoris yang dikenakan ada maknanya. Misalnya sepatu boot yang dipakai melambangkan anti penindasan. Gembok terkatup yang digantung di pinggang menunjukkan seorang ”Punkers” ingin kebebasan.
Sebuah Gerakan Perlawanan
Dewa, Punkers asal Singkawang menjelaskan, kosa kata Punk telah digunakan sejak Shakespeare menulis The Merry Wives of Windsor. Dalam kamus Bahasa Indonesia, Punk diartikan sebagai anak muda yang masih ”hijau”, tidak berpengalaman, atau tidak berarti. Bahkan diartikan juga sebagai orang yang ceroboh, semberono dan ugal-ugalan. Namun, Dewa membantah karena makna tersebut dianggapnya kurang menggambarkan makna Punk secara keseluruhan.
Dalam ”Philosophy of Punk”, Craig O’Hara (1999) menyebutkan tiga pengertian Punk. Punk sebagai trend remaja dalam fashion dan musik. Punk sebagai pemula yang punya keberanian memberontak, memperjuangkan kebebasan dan melakukan perubahan. Punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat”, karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas dan kebudayaan sendiri.
Punk memang tersohor di musik, namun energi eksplosif dan kecepatan gerak punk lebih dari sekedar fenomena musik. Musik hanya satu aspek dari gerakan Punk. Punk berkaitan erat dengan musik, ode dan grafis. Punk juga dapat dipandang sebagai bagian episode budaya lebih luas, dan menemukan ekspresinya dalam penampilan dan seni visual.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan pada keyakinan we can do it ourselves. Penilaian Punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial. ”Bahkan masalah agama,” jelas Budi.
Punk yang berkembang di Indonesia, lebih terkenal dalam hal pakaian yang dikenakan dan tingkah laku diperlihatkan. Mereka merasa mendapat kebebasan. “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan pada keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri”.
Jumlah anak “Punk” di Indonesia memang tidak banyak. ”Tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap mata tertarik untuk melirik gaya rambutnya yang Mohawk, dengan warna-warna terang dan mencolok,” jelas Dewa.
Menurut Budi, anak “Punk” bebas tetapi bertanggung jawab. Mereka berani bertanggung jawab secara pribadi, atas apa yang telah dilakukan. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara “Punkers” yang mempunyai kepedulian sosial sangat tinggi.
Menurut Budi, di Kalbar setiap tahun anak Punk selalu melakukan kegiatan sosial dengan membagikan makanan pada kaum miskin kota, anak jalanan dan orang-orang yang mengemis di perempatan serta pemulung. Kegiatan ini dikenal dengan istilah ”Food not Boms”.
Menurut Ceel, seorang Punker yang bekerja di perusahaan penangkaran Ikan Arwana di Pontianak mengatakan, perkebangan Punk di Kalbar, seiring dengan masuknya Punk ke Kalbar 1997. Beberapa ”Punkers” dari Bandung datang ke Pontianak. ”Mereka menginginkan ada komunitas Punk di Pontianak,” kata Ceel.
Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”.
Beberapa komunitas “Punk” di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Mereka juga merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri, untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran.
Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau.
Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan, meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Komunitas “Punk” yang lain, yaitu distro merupakan implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar negeri
Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri bakal muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu, maka muncullah kelompok-kelompok sosial di masyarakat. ”Ini budaya luar ambil yang positif saja,” harap Budi.

Sejarah Komunitas Punk Jakarta


.

Oleh Fathun Karib, alumni jurusan Sosiologi Universitas Indonesia, bekerja di perusahaan penerbitan Dian Rakyat.

Pengantar Redaksi: esai ini merupakan hasil olahan dan ringkasan dari sebuah skripsi tentang komunitas punk di Jakarta yang  diselesaikan oleh penulis di jurusan Sosiologi Universitas Indonesia pada tahun 2007. Catatan kaki dan berbagai referensi rujukan untuk keperluan pemuatan online ini tidak dimasukan. Esai panjang ini dipisahkan dan dimuat dalam empat seri.
Ilmuwan dan penulis Stacey Thompson di dalam bukunya Punk Productions; Unfinished Business memberi ilustrasi yang baik dalam merekonstruksi sejarah punk di Amerika dan Inggris. Ia membagi tujuh periode punk di Amerika dan Inggris berdasarkan scene-scene besar seperti the New York Scene, the English Scene, the California Hardcore Scene, the Washington D.C. (First Wave Straight Edge), the New York Hardcore Scene (Second Wave Straight Edge), the Riot GRRRL Scene, the Berkeley/Lookout! Pop-Punk scene. Karya Thompson ini sangat baik menguraikan dinamika ekonomi-politik pergerakan punk bersama segi estetika komunitas di Amerika dan Inggris.
Sementara Legs Mcneil dan Gillian Mcain dalam buku mereka Please Kill Me, The Uncensored Oral History of Punk (1997), melakukan kompilasi wawancara sejarah lisan (oral history) mengenai punk mulai dari era 1967 sampai dengan 1992. Mereka melakukan wawancara dengan lebih dari seratus pelaku di komunitas punk Amerika dan Inggris. Mulai dari Mariah Acquair mantan pekerja di bar CBGB, Malcolm Mclaren manajer band Sex Pistols, Joe Ramone dan seluruh personil band The Ramones sampai dengan Andy Warhol designer grafis aliran “pop”. Salah satu buku punk lain yang terpenting ditulis oleh Craig OHara dengan karyanya “Philosophy of Punk” (1997) yang memberikan pemahaman mendasar mengenai punk sebagai sebuah counterculture.
Dinamika perkembangan komunitas punk di Jakarta sebagai sebuah counterculture tidak terlepas dari hubungan yang terjalin dengan komunitas counterculture punk di Barat. Perkembangan gerakan counterculture terjalin melalui hubungan saling-silang pertukaran ide, pengaruh dan inspirasi secara transmitif dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Seperti ditulis Dan Joy (2004), hubungan antar kelompok counterculture dari masyarakat yang berbeda bisa terbentuk melalui kontak langsung, mediasi, dan resonansi.
Untuk memahami komunitas punk Jakarta, penjabaran dari waktu ke waktu diperlukan. Pembabakan diperlukan agar sejarah dengan dimensi waktunya yang bersifat diakronik dan berhadapan dengan batas dimensi ruang yang bersifat sinkronik bisa dipahami, sehingga memungkinkan penelurusan lebih mendalam secara sosiologis.

Para pelaku komunitas punk dapat dilihat melalui individu (orang-perorang) dan kelompok (secara kolektif) seperti band atau geng (tongkrongan). Selanjutnya, meminjam Stacey Thompson, pelaku dalam komunitas punk secara historis dipengaruhi oleh empat unsur utama di dalam counterculture punk, yaitu a) musik, b) fashion (busana), c) tongkrongan dan d) pergerakan (pemikiran). Keempat unsur ini hadir di dalam komunitas punk tidak pada saat bersamaan.
Akhir tahun 1980-an: Periode Pra-Punk Jakarta
Pada periode ini, deklarasi eksistensial akan adanya komunitas Punk Jakarta secara individual maupun kelompok belum dapat ditemukan. Tidak mengherankan karena, seperti ditulis Wendi Putranto (2004), genre musik yang sedang berkembang pada periode akhir 1980-an itu adalah genre musik thrash metal. Roxx, Adaptor, Mortus, Sucker Head, Painfull Death, Rotor adalah beberapa band tanah air yang penting yang ada pada era ini. Wendi Putranto juga mencatat bahwa eksistensi scene musik thrash metal ini tidak terlepas dari pentingnya keberadaan Pid Pub sebagai tempat pertunjukan musik yang terletak di pertokoan Plaza Pondok Indah di Jakarta Selatan. Uniknya, Pid Pub sebagai lokus interaksi para pelaku musik secara tidak langsung juga menciptakan pra kondisi bagi lahirnya generasi punk pertama di Jakarta. Banyak diantara penggemar-penonton musik thrash metal di Pid Pub yang kemudian menjadi pionir-pionir berdirinya generasi punk pertama di Jakarta.
Beri, vokalis Anti Septic - band punk berpengaruh di kalangan komunitas punk Jakarta, menuturkan pada saya bahwa di masa SMA ia kerap hadir pada acara-acara yang berlangsung di Pid Pub. Di sanalah Beri bertemu dengan Acid, juga seorang penggemar musik metal . Mereka berdua inilah yang nantinya membentuk salah satu band pionir generasi pertama punk di ibukota.
Fashion sebagai salah satu elemen penting di komunitas punk sudah dapat ditemukan pada periode pra- punk ini. Dandanan punk dengan menggunakan jaket ala The Ramone sudah terlihat. Kehadiran punk di era tahun 1980-an juga terlihat pada film ”Menggapai Matahari” dengan pemeran utama Rhoma Irama. Dalam film itu punk digambarkan sebagai kelompok yang berperilaku deviatif. Pada salah satu bagian film, yaitu ketika Rhoma Irama manggung, terdapat figuran sekumpulan anak punk yang menghancurkan tempat pertunjukkan sebagai perusuh.
Menjelang akhir periode 1980-an terdapat peristiwa-peristiwa penting yang menandai proses terbentuknya generasi punk pertama di Jakarta. Muncul individu-individu yang dapat dicatat sebagai pionir. Nama-nama seperti Feri Blok M, Dayan The Stupid, dan Udet dari Young Offender hadir sebagai aktor-aktor awal generasi punk pertama, tentu bersama banyak nama lain.
Beri, misalnya, bertemu dengan Feri Punk dengan tongkrongannya di daerah Blok M. Di dalam kelompok tongkrongan inilah Beri untuk pertama kalinya mengetahui band punk Inggris Sex Pistols dan D.O.A, sebuah band crossover-punk. Taba, salah seorang pendiri Young Offender, mengaku pada saya bahwa dari Udet-lah ia ’berkenalan’ dan memahami punk.
Pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan generasi pertama punk mungkin datang dari Dayan, dengan bandnya The Stupid. The Stupid sendiri acap kali disebut sebagai band pertama di Jakarta yang membawakan musik punk di sekitar akhir tahun 1989. Sosok Dayan dan The Stupid setidaknya cukup berpengaruh bagi aktor seperti Eko Idiots, Beri Anti Septic, Aca Answer, dan beberapa nama lainnya.
Eko Idiots mengutarakan kesannya mengenai Dayan dan The Stupid pada saya:

“…dulu ada band sebelum adanya Young Offender, namanya The Stupid. Itu terkenal banget vokalisnya namanya Dayan. Dia ada di setiap acara metal, dari tahun 89 acara metal udah booming kan!? Itu punk udah ada. Dulu tuh The Stupid itu kalo main, kalo dibilang gue nge-punk, itu gue ngeliat The Stupid. Gue ngeliat dia maen, dia udah nge-punk banget, gaya-gayanya, dia udah Sex Pistols banget. Malah mereka bikin baju waktu itu bukan Sex Pistols, ex pistol. Mereka udah pake kalung rantai…”
S
Sedangkan Beri memberikan kesaksian terhadap Dayan dan The Stupid begini:

“…iya The Stupid, dulu gua sempet nonton. Dia cuman maen sekali doang. Asal, bawain hardcore-punk aja…Tahun 91. eh taun 90, di SMA 6…hem, gak sih kalo gua bilang. Dia tuh gak terkesan punk gitu. Jadi itu band Stupid itu yah, walaupun dia gak pernah klaim (bahwa dia punk), bukan maksudnya Stupid itu gua bilang bukan band sih. Seasonan doang. seasonan sekali maen, bubar itu doang, pernah maen bubar itu doang. Pernah maen di SMA 6. jadi, waktu Roxx band maen, sebelum Roxx band maen tuh diserobot, tau gak lu….iya, jadi Roxx band belum maen nih. Lagi nyetem-nyetem, tau-tau gitarnya diambil, bass-nya diambil, mereka nyerobot maen dua lagu-atau tiga lagu gitu. Tapi asal-asalan gitu, kayak model-model sekarang nih model-model crustylah…hahaha. Ya kayak begitu gitu, nah itu bikin gua kaget juga di situ… Oh iya itu juga sih, yang agak-agak mempengaruhi gua juga sih, mereka The Stupid. Jadi gua bikin band tuh, agak-agak bukan gua pengen kayak Stupid ye. Tapi gua ngeliat personalnya mereka. Kayaknya asik aja...”


The Stupid, band season yang terbentuk dari scene Pid Pub, beranggotakan Glen, Dayan dan Ari sang drummer band Roxx. The Stupid merupakan salah satu kelompok di scene Pid Pub yang berorientasi musik crossover hardcore/punk, selain thrash metal. Terlepas dari kontroversi tahun eksistensi dan seberapa lama mereka ada, tidak dapat dipungkiri Dayan dan The Stupid merupakan aktor yang berpengaruh bagi lahirnya generasi punk Jakarta pertama. Begitulah. Seperti amuba yang memecah sel tubuh untuk berkembangbiak, maka dari tubuh scene thrash metal mulai mengeluarkan embrio-embrio bagi terbentuknya sebuah sel yang nantinya menjadi komunitas punk.
Lahirnya Generasi Punk Pertama (1989/90 1995)
Membicarakan generasi punk pertama di Jakarta tidak terlepas dari beberapa aktor yang tergabung di dalam kelompok seperti Anti Septic, Young Offender (Y.O), South Sex (S.S) dan South Primitive (S.P). Pada periode 89/90-1995 ini Anti Septic dan Young Offender merupakan kelompok yang memiliki pengaruh besar terhadap dinamika komunitas punk ini.
Anti Septic dapat dikatakan sebagai band punk pertama Jakarta. Setidaknya ini dapat dilihat dari keterlibatan Beri di Pid Pub, dan keterlibatan Anti Septic di acara musik scene thrash metal di tahun 1990 yang diadakan oleh MOTOR (Morbid Trasher Organization).
Sedangkan Young Offender merupakan kelompok tongkrongan (kolektif) pertama di Jakarta. Selain itu, Young Offender juga dapat dikatakan sebagai kelompok pertama pengorganisasi acara musik khusus punk.
Terbentuknya Anti Septic tidak terlepas dari persahabatan yang terjalin diantara Beri dan Acid. Di awal tahun 1990, Beri bertemu kembali dengan Acid di sebuah acara musik di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Waktu itu, Acid (gitar/vokal) bersama Codot (bass) dan Gandung (drum) yang bergabung dalam band Dickhead tampil di situ. Dickhead membawakan lagu-lagu dari kelompok punk Barat yang legendaris, Misfit dan Exploited. Saat Dickhead membawakan lagu ”Fucking U.S.A” dari Exploited, Acid lupa lirik lagu yang dibawakannya itu. Akhirnya, Acid meminta penonton untuk membantu dia menyanyikan lagu itu.
Beri yang berada diantara penonton naik keatas panggung, menyanyikan lagu ”Fucking U.S.A.” bersama dengan Dickhead. Selesai manggung, Acid menghampiri Beri, mengajaknya untuk membentuk band baru. Anti Septic terbentuklah sebagai band punk pertama dan sejarah generasi pertama mulai terukir. Berbeda dari Dickhead atau the Stupid yang sifatnya seasonal, Anti Septic secara konsisten mengibarkan bendera punk.
Panggung pertama Anti Septic adalah di Gelanggang Remaja Bulungan Jakarta Selatan dalam acara MOTOR (Morbid Thrasher Organization). Di sana, penonton yang didominasi musik thrash metal mentertawakan mereka, karena musik yang mereka mainkan berbeda dengan trend. Selain itu, penampilan personil Anti Septic dengan potongan plontos amat kontras dengan mayoritas pecinta musik thrash. Aksi panggung Septic yang melompat-lompat dan melakukan stage diving juga menjadi bahan tertawaan. Aksi pertama Septic ini hanya didukung oleh sekitar 12 orang penonton yang ikut bernyanyi dan melakukan slam dancing di depan panggung.
Peristiwa penting terjadi setahun kemudian saat Anti Septic bermain di Granada (Graha Purna Yudha) dalam acara Rock and Rhytm. Ketika itu, formasi Septic sudah berubah. Pemain bass, Codot, mengundurkan diri dan digantikan oleh Lukman Buluk. Lukman Buluk pada tahun 1990 merupakan 1 dari 12 orang yang menonton Septic di acara MOTOR di GOR Bulungan itu.
Tanpa diduga oleh Beri dan Acid, para penonton yang mendukung mereka bertambah besar jumlahnya. Sebelum pertunjukkan di Granada ini mereka biasanya hanya di dukung paling banyak 30 penonton. Di Granada, untuk pertama kalinya, Septic bermain dihadapan lebih dari 100 penonton. Ternyata penampilan mereka di Granada sudah ditunggu-tunggu oleh penonton para pencinta musik crossover punk ini. Acara musik menjadi kisruh, para pendukung Septic melakukan slam dancing dan moshing. Acara pun berubah menjadi arena lempar bangku. Panitia acara meminta Septic berhenti bermain. Namun mereka menolak, penonton pun meminta mereka meneruskan bermain satu lagu. Peristiwa ini menjadi momen penting menandakan bahwa komunitas punk mulai tumbuh.
Pada tahun 1992 terdapat sebuah klub di bilangan Pancoran-Gatot Subroto bernama Black Hole. Tempat ini sering didatangi oleh anak-anak metal Jakarta. Beri sendiri sering menghadiri acara-acara di klub tersebut. Musik-musik yang dimainkan di Black Hole terutama adalah Nirvana, Pearl Jam, dan Jane’s Addiction sampai dengan musik progresif. Di klub inilah untuk untuk pertama kalinya Beri bertemu dengan segerombolan anak punk dengan dandanan ala Sex Pistols dan The Exploited.
Black Hole menjadi saksi sejarah terbentuknya kelompok tongkrongan punk Jakarta pertama. Gerombolan yang diidentifikasi oleh Beri tersebut adalah anggota Young Offender. Young Offender dengan rambut spiky hair dan mohawk-nya memulai eksistensi mereka dengan mengisi acara di Black Hole. Submission, salah satu band di bawah payung kelompok Young Offender, dengan Ondy sebagai vokalisnya, menjadi band tetap di sana. Mereka membawakan lagu-lagu band-band Inggris mulai dari Sex Pistols, The Exploited, GBH dan Blitz. Maka, tahun 1992 ini mencatat lahirnya dua kelompok berpengaruh di periode generasi pertama punk Jakarta: Anti Septic sebagai band punk pertama dan Young Offender sebagai kelompok-tongkrongan punk pertama di Jakarta (Bersambung)

band – band cengeng “menguasai” industri musik tanah air


.

industri musik tanah air sedang mengalami perubahan yang sangat signifikan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. dari segi kuantitas menurut gw sangat mengembirakan namun dari segi kualitas sangat mengecewakan. Dimana band2 papan atas yang sudah mempunyai nama dan musikalitas yang sangat baik harus tiarap terhadap gempuran band2 pendatang baru sekelas kangen band dan band – band anyar lainnya.
well….bagaimanapun juga fenomena seperti band – band pendatang baru yang lebih menawarkan jenis musik yang apa adanya dengan tingkat musikalitas sangat rendah justru memiliki peluang market yang lebih besar daripada band2 senior yang sudah mempunyai nama besar. hal ini secara tidak langsung dapat mendegradasi kualitas musik indonesia itu sendiri.
bagaimanapun profit oriented industri musik sendiri dan selera pasar sangat bersinergi terhadap kemajuan kualitas musik suatu bangsa. mengenai selera pasar yang menurut gw “payah ” disini ada bebarapa contoh kasus seperti fenomena kangen band dan satu lagi yang baru saja lewat, kontroversial mengenai geby. lets say kontrofersi geby, sebenernya gw agak eneg ngebahas mengenai geby. tapi pembahasan artikel ini ga menarik tampa mereka :mrgreen:
wokeh….opini masyarakat kita sangat mudah di bentuk oleh hal2 yang bersifat irasional, fiktif dan murahan. sebut saja kontroversial lagu geby yang konon si empunya lagu itu mati bunuh diri setelah menyanyikan lagu itu. Dan sudah bisa di tebak popularitas lagu ini pun melejit, khalayak ramai pun ga peduli lagu itu bagus ato ga, yang penting kisah yang di bentuk dan cerita mistik dari lagu itu sangat menarik. alhasil berbagai upaya pun di lakukan untuk mengungkapkan kebenaran lagu geby.sampai para pakar seperti om sukro pun angkat bicara. dan lucunya lagi ada dua band dengan nama yang sama dan dari daerah yang berbeda mengklaim bahwa lagu itu memang karya mereka, popularitaspun di raih dalam sekejab. sungguh tidak educated dan memalukan.
fenomena band – band cengeng menuju komersialisasi ini sendiri tidak terlepas dari permintaan pasar, dan di perparah oleh major label. sehingga iklim musik yang ada sekarang cenderung lebih kepada pembodohan otak secara massal. anak2 muda kita di brain wash oleh musik2 yang mempunyai kualitas rendah dan mental krupuk. dan pasar pun diajak oleh para pemilik industri musik untuk menikmati band2 yang menurut gw sangat terkesan cengeng, say that penuh tato dan piercing nyanyikan lagu cengeng ( S.I.D song ).
gw bukan avatar turun dari langit dengan misi sucinya untuk menyalamatkan kualitas musik indonesia, tapi ini merupakan pandangan dari hati nurani gw. karena kejahatan terselubung yang di lakukan oleh media akhir2 ini sudah sangat meresahkan termasuk mengangkat figur2 cemen ke ruang publik. di balut dengan kisah2 melankolis ( murahan ). lo tau kan masyarakat kita terkenal dengan budaya latahnya, begitupun di industri musik kita. maka para industri2 musik itu pun ber ramai – ramai dan berlomba untuk menyajikan hidangan “sesat” seperti band2 cengeng itu tadi.
gw percaya seni adalah kebebasan berekspresi dan berkarya. semua orang punya hak untuk mengekspresikan dirinya, semua orang punya hak untuk menjadi apa. ini negara demokrasi bung, dimana seni bukanlah suatu hal yang tabu untuk di ekpos selama tidak melanggar hukum biarkan saja. Dan tentu saja semua bebas menilai termasuk gw yang menilai atas band band cengeng yang mulai di jadikan panutan oleh anak2 muda kita saat ini.